Opini TEMPO: Memilih Pemimpin

HARI ini rakyat memilih, bukan sekadar presiden, melainkan pemimpin. Ia semestinya sosok yang memberi inspirasi, mampu menggerakkan rakyat, dan membawa perubahan ke arah lebih baik–Indonesia yang lebih makmur, adil, dan bebas dari korupsi.

Tidaklah sedikit figur yang memenuhi kriteria itu. Sayang, mekanisme demokrasi kali ini hanya memunculkan dua pasangan calon presiden dan wakil presiden: Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Kedua pasangan punya banyak kelebihan, juga kekurangan.

Prabowo terlihat tegas. Tapi ia tampak lebih emosional, kurang bisa memberikan rasa tenang bagi rakyat, dan minim pengalaman pada pemerintahan sipil. Boleh jadi, Hatta Rajasa, yang sudah berkali-kali menjadi menteri, bisa menutupi kelemahan itu. Hanya, mereka disokong oleh partai-partai yang selama ini memerintah dan tak menunjukkan prestasi mengesankan.

Partai Gerakan Indonesia Raya–pengusung utama Prabowo–menawarkan banyak janji baru. Masalahnya, partai lain yang menyokongnya-Partai Persatuan Pembangunan, Partai Amanat Nasional, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Golkar, dan Partai Demokrat-selama ini sudah berkuasa. Mereka tak mampu menyiapkan infrastruktur bagi kemajuan negeri. Di rezim sekarang pula, korupsi merajalela, dari korupsi impor daging sapi, proyek Hambalang, hingga korupsi pengelolaan ibadah haji.

Mudah dibayangkan pula, Prabowo akan sulit menuntaskan kasus pelanggaran hak asasi manusia. Ia bakal dibebani oleh kasus penculikan aktivis prodemokrasi pada 1997-1998. Gara-gara kasus ini pula Prabowo diberhentikan dari militer. Ia akan menghadapi masalah bila berhubungan dengan negara-negara yang menghormati HAM.

Joko Widodo alias Jokowi pun bukan figur sempurna. Mantan Wali Kota Solo yang kini menjadi gubernur nonaktif DKI Jakarta ini merupakan sosok yang jujur. Ia sanggup menginspirasi rakyat, tapi masih minim pengalaman internasional. Beruntung, ia didampingi Kalla, yang sudah kenyang pengalaman di pemerintahan. Sempat tergagap-gagap dan kurang meyakinkan pada adu debat di awal kampanye, Jokowi belakangan mulai bisa meladeni kemampuan bicara Prabowo. Ia juga semakin bisa mengartikulasikan idenya secara jelas.

Visi-misi kedua pasangan sebetulnya hampir sama. Prabowo-Hatta dan Jokowi- Kalla menawarkan banyak hal demi kemajuan Indonesia seperti yang disampaikan dalam serangkaian debat. Semua menjanjikan perbaikan perekonomian, kesejahteraan rakyat, dan pemberantasan korupsi. Masalahnya, pidato dan visi yang muluk-muluk tak selalu bisa dilaksanakan secara baik. Itulah yang terjadi pada pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono.

Indonesia memerlukan pemimpin yang tak terbelit masalah lawas, mampu melaksanakan ide, sekaligus membawa perubahan yang signifikan. Kalau tak bisa menemukan sosok ideal, resep yang paling mudah: cobloslah pasangan yang lebih kecil mudaratnya bagi republik ini.

Sumber: Tempo.co, 09/07/14

Leave a comment