Menguji Kejujuran SBY

Suatu pemandangan yang kontras saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berbincang dengan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad. SBY yang selalu tampiltrendy, mengumbar senyum sambil menyapa tamunya dengan ramah, kali ini nampak tegang dan kaku. Pertemuan Samad dan SBY itu terekam dalam acara peringatan Hari Antikorupsi Sedunia dan Hak Azasi Manusia di Istana Negara, Senin 9 Desember 2013.

Pada kesempatan itu SBY meminta KPK untuk tidak mengendorkan tugasnya dan KPK harus tetap bertindak keras sekaligus profesional. Dibagian lain pidatonya SBY mengingatkan kepada KPK agar pelaksanaan pemberantasan korupsi berjalan secara adil terkait dengan pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) 2014. Ini penting agar kita semua bisa melaksanakan kegiatan pemilu dengan hati tenteram dan tenang,” kata SBY yang juga Ketua Umum Partai Demokrat (Kompas, 10/12/2013).

Apabila kita cermati dari pernyataan dan harapan Presiden SBY kepada KPK tersyirat bahwa kenyamanan SBY bersama Partai Demokrat jelang pemilu 2014 terganggu. Pasalnya, saat itu proses hukum tersangka korupsi mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan mantan Sekretaris Dewan Pembina yang juga mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alifian Mallarangeng tengah berlangsung. Saat itu pula sejumlah fungsionaris Partai Demokrat yang seharusnya kampanye harus memenuhi panggilan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagai saksi.

Sampai akhir Desember 2013 ini puluhan kader Partai Demokrat sudah dimintai keterangan KPK sebagai saksi untuk memenuhi pemberkasan. Kecuali Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) putra SBY yang masih menunggu giliran dipanggil penyidik. Nama Ibas belakangan ini makin santer disebut terkait aliran dana proyek pembangunan sekolah olahraga di Hambalang maupun proyek lain yang kini bermasalah.

Sejauh ini nama Ibas beberapa kali disebut dalam sidang kasus korupsi di pengadilan Tipikor. Ibas disebut Wakil Direktur Keuangan PT. Permai Group Yulianis dalam pemeriksaan di KPK maupun kesaksiannya didepan Majelis Hakim Tipikor dengan tersangka Angelina Sondakh (4/10/2012) terkait pengurusan anggaran Kementerian Pemuda dan Olahraga serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam buku catatan pengeluaran Yulianis, Ibas menerima duit sebesar US$ 200 ribu.

Demikian pula dalam kasus proyek Hambalang dengan tersangka mantan Kepala Biro Perencanaan Kemenpora Dedy Kusdinar. Belakangan nama Ibas juga disebut oleh Devi Ardi, tersangka kasus suap pada Satuan Khusus Pelaksana Kontrak Kerjasama Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Menurut Devi Ardi, bos PT. Kernel Oil Widodo Ratnachaipong memiliki hubungan baik dengan istana dan Ibas.

Devi Ardi adalah pelatih golf mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini yang dipercaya menjadi perantara untuk menghubungkan kepentingan dan proyek makelaran pejabat di lingkungan SKK Migas dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dengan kontraktor terkait bisnis minyak dan gas bumi.

Menghadapi berbagai tudingan itu Ibas sudah membantah (23/11/2013), bahwa dirinya tidak pernah menerima pemberian dan tidak kenal dengan orang-orang tersebut. Sayang, bantahan seperti itu tidak berguna sama sekali ketika publik lebih percaya dengan logika terbalik. Artinya, publik tidak percaya dengan apa yang di katakan pejabat atau politisi, acapkali bertolak belakang dengan fakta yang ada. Publik sudah jengah mendengar bantahan-bantahan yang tidak berdasar seperti itu.

Sejauh ini Ibas sudah melaporkan orang-orang yang menyebut namanya ke polisi dengan dalih fitnah dan pencemaran nama baik. Namun polisi tidak menindaklanjuti laporan Ibas. Mungkin karena penyebutan nama Ibas tertuang dalam berita acara pemeriksaan dan kesaksian di depan Majelis Hakim Tipikor, tidak bisa dijadikan delik aduan.

Pengacara Palmer Situmorang dalam program acara Lawyers Club yang ditayangkan televisi swasta (10/12/2013) mengaku dirinya dipanggil Presiden SBY untuk membahas pembentukan tim pengacara guna menangani berbagai fitnah terhadap keluarga SBY. Sebagai langkah antisipatif terkait masalah hukum yang kemungkinan menjerat Ibas sah-sah saja. Akan tetapi secara politis tetap mengganggu dan akan menggerus elektabilitas dan popularitas Partai Demokrat dalam pemilu 2014.

Mungkin ceritanya menjadi lain seandainya SBY meniru apa yang pernah dilakukan Presiden Korea Selatan Lee Myung-Bak, meminta maaf kepada rakyat dan bangsa Korea Selatan atas kasus korupsi yang melibatkan putranya Lee Si-Hyung (34) dan kakak kandungnya Lee Sang-Deuk  (76) ditangkap dan ditahan jaksa khusus korupsi awal Juli 2012.

“Saya menundukan kepala saya dan minta maaf karena insiden ini telah menimbulkan keprihatinan rakyat”. “Saya sedih bahwa hal-hal seperti ini terjadi diantara orang-orang yang begitu dekat dengan saya”, kata Lee yang disiarkan secara langsung oleh televisi Korea Selatan (24/7/2012).

Permintaan maaf Presiden Lee Myung-Bak disampaikan kurang dari sepuluh bulan jelang berakhirnya masa jabatannya sebagai presiden Korea Selatan Februari 2012, kurang lebih sama dengan masa jabatan Presiden SBY yang akan berakhir Oktober 2013.

Presiden Lee Myung percaya bahwa keberhasilan pemberantasan korupsi di suatu negara ditentukan oleh komitmen dan political will, kemauan politik pemerintah dan pemimpinnya. Sebagai orang nomor satu di Indonesia, SBY seharusnya bisa lebih berani dan jujur, layak diteladani karena melayani rakyatnya. Meskipun ia harus mengorbankan anggota keluarga maupun orang-orang dekatnya, demi kepentingan rakyat dan bangsanya. Pendek kata berani jujur, hebat!

Sumber: Soegeng Sarjadi Syndicate

 

Leave a comment