Curhat Presiden

PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono mencurahkan isi hati alias curhat lagi. Yudhoyono, dalam silaturahim Partai Demokrat di kediaman pribadi di Cikeas, Bogor, Minggu (18/3) malam, curhat tentang adanya rencana kudeta terhadap dirinya.

Yudhoyono juga berkeluh kesah soal adanya ancaman terhadap keselamatan diri dan keluarganya. Ancaman itu, menurut Yudhoyono, disampaikan melalui pesan singkat kepada Ibu Negara Kristiani Herawati Yudhoyono.

Belum cukup juga, Yudhoyono pun menyebutkan dirinya diejek dan dihabisi pers dan lawan politiknya pada 2005. Ketika itu, menurut Yudohono, pers dan lawan politiknya menyebut dirinya peragu ketika mengambil keputusan menaikkan harga bahan bakar minyak.

Soal ancaman kudeta, Yudhoyono semestinya tidak perlu curhat. Dia bisa langsung memerintahkan Badan Intelijen Negara menyelidikinya. Yudhoyono bisa memerintahkan aparat keamanan untuk menangkap dan mengambil langkah hukum terhadap pelaku.

Terkait dengan ancaman keselamatan terhadap diri dan keluarga, Yudhoyono semestinya tak perlu takut. Toh, sebagai presiden, Yudhoyono dan keluarganya mendapat penjagaan dan pengawalan ekstra ketat 24 jam penuh dari Paspampres.

Jika presiden yang mendapat fasilitas pengamanan masih merisaukan keselamatannya, bagaimana pula rakyat yang setiap hari keselamatannya terancam di angkutan umum atau di jalan raya?

Yudhoyono semestinya juga tidak perlu menuding pers dan lawan politik menghujatnya sebagai presiden peragu. Sebagai negarawan, Yudhoyono semestinya memandangnya sebagai kritik.

Pers dan lawan politik bukan menjelek-jelekkan. Mereka sekadar menyampaikan dan memberitakan hal jelek. Menjelek-jelekkan berbeda dengan memberitakan hal jelek. Menjelek-jelekkan artinya mencari-cari kesalahan atau kejelekan seseorang. Memberitakan hal yang jelek artinya menyampaikan sikap atau perilaku yang tidak pas dari seseorang.

Oleh karena itu, Yudhoyono seharusnya memandang semua itu sebagai risiko jabatan. Semua presiden mengalami hal serupa. Presiden Soekarno, misalnya, bahkan tidak Cuma menghadapi ancaman, tetapi juga beberapa kali mengalami upaya pembunuhan. Toh, Bung Karno tidak perlu curhat soal itu.

Sesungguhnya, bukan kali ini saja Presiden Yudhoyono curhat tentang adanya ancaman keselamatan terhadap dirinya. Curhat serupa pernah dilakukan Presiden dalam konferensi pers di halaman Istana Negara pada 17 Juli 2009.

Lalu, pada 7 Agustus 2010, Yudhoyono juga curhat di depan peserta Sekolah Calon Tamtama Rindam III Siliwangi Jawa Barat. Karena terlampau sering mengungkapkan keluh kesahnya, jangan salahkan bila publik menilainya secara kritis. Publik antara lain menilai jangan-jangan Yudhoyono tengah memasang jurus politik belas kasihan.

Artinya, Yudhoyono seolah ingin mengatakan dirinya terancam dan teraniaya agar publik berbelas kasih. Faktanya, alih-alih berbelas kasih, publik justru memandangnya secara negatif.

Presiden juga manusia. Manusiawi belaka jika Presiden Yudhoyono ingin menumpahkan isi hatinya. Namun, curhat itu semestinya dilakukan terbatas, tidak diumbar ke publik.

Sumber: Editorial Media Indonesia, 21 Maret 2012

Leave a comment